• Laman

  • Tulisan Terakhir

  • Komentar Terbaru

    syabaabussunnah pada Para Nabi Dan Salafush Shalih…
    syabaabussunnah pada FENOMENA TAHDZIR, CELA-MENCELA…
    syabaabussunnah pada Memahami Arti dari Kata-kata b…
    syabaabussunnah pada Memahami Arti dari Kata-kata b…
    syabaabussunnah pada Memahami Arti dari Kata-kata b…
  • Temukan Jawabannya



  • MUTIARA SALAF

    Sabda Rasulullah :
    “ Hendaklah kalian berpegang teguh terhadap sunnahku dan sunnahnya Khulafaurrasyidin yang mendapatkan petunjuk, gigitlah (genggamlah dengan kuat) dengan geraham. Hendaklah kalian menghindari perkara yang diada-adakan, karena semua perkara bid’ah adalah sesat “ (Riwayat Abu Daud dan Tirmidzi” hasan shahih”)


    Sabda Rasulullah :
    “ Merupakan tanda baiknya Islam seseorang, dia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya”. (Hadits Hasan riwayat Tirmidzi)

  • UNTAIAN HADITS

    Sabda Rasulullah :
    “ Hendaklah kalian berpegang teguh terhadap sunnahku dan sunnahnya Khulafaurrasyidin yang mendapatkan petunjuk, gigitlah (genggamlah dengan kuat) dengan geraham. Hendaklah kalian menghindari perkara yang diada-adakan, karena semua perkara bid’ah adalah sesat “ (Riwayat Abu Daud dan Tirmidzi” hasan shahih”)

    Sabda Rasulullah :
    “ Merupakan tanda baiknya Islam seseorang, dia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya”. (Hadits Hasan riwayat Tirmidzi)
  • Pengunjung

  • Banner Syabaabussunnah

    Syabaabussunnah blog

  • Arsip

  • Meta

Konsultasi Ustadz

Assalamualaikum warohmatullohi wa barokaatuh

Kepada SELURUH PENGUNJUNG SYABAABUSSUNNAH,

Kami Dari Pengelola Blog mohon maaf yang sebesar-besarnya karena Forum tanya jawab untuk saat ini (mungkin dalam waktu yang lama) tidak dapat kami laksanakan. Ini dikarenakan karena kesibukan para asatidz di Medan yang sangat menyita waktu sehingga tidak sempat untuk menjawab pertanyaan antum ini.

 

Harap Dimaklumi…

Barakallahu Fiikum….

22 Tanggapan

  1. Assalamu’alaiukm..Ustadz.
    Afwan sebelumnya, ana mau tanya. Begini, ayah ana duda 4 tahun lebih, sekarang masih belum ada tampaknya untuk segera menikah. Ana sebenarnya cemas dan khawatir dengan dirinya apalagi ana sedikit jarang untuk berbicara banyak dgnya. Setelah beberapa hal, rupanya salah satu alasan beliau adalah menunggu ana untuk selesai kuliah terlebih dahulu. Ana jadi merasa bersalah krn sblmnya beliau tdk m’izinkan ana untuk kuliah jelas alasannya krn kondisi ekonomi keluarga terus didpikirkannya. Hingga Saat ini, ana bingung dan terus mrs bersalah apalagi skrg beliau mlakukan semuanya dirinya sendiri spt m’nyuci,setrika baju,dll bahkan memasak untuk keluarga. Yang ingin ana tanyakan
    1. Bolehkah memaksa orang tua untuk segera menikah dan mencarikan wanita untuknya?
    2. Lalu bgmn, bdosakah atau tidak berbaktikah ana saat membiarkannya melakukan pekerjaannya sendiri?
    3. Bagaimana ustadz menanggapi hal tersebut, mungkin ustadz ataupun tim Syabaabussunnah dpt mengerti/mrumuskan dgn maksud ana diatas?
    Ana mohon kesediaannya mjawab. Syukoin Katsiron,,,Wassalamu;alaikum

  2. Jawaban dari Ustadz Ali nur :
    Alhamdulillah, semoga antum tetap mendapatkan rahmat Allah Subhaanahu Wa Ta’ala dan senantiasa mendapatkan hidayah-Nya ke jalan yang lurus. Perhatian yang telah antum berikan kepada orang tua antum merupakan salah satu bentuk berbakti kepada orang tua antum yang juga sebagai kewajiban atas setiap anak terhadap kedua orang tuanya.
    Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman:
    وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلآ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَتَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيمًا . وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
    Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
    Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. (Qs. Al-Isra’ : 23-24)

    Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman:
    وَوَصَّيْنَا اْلإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا
    Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya. (Qs. Al-Ankabut :8 )

    Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman:
    وَوَصَّيْنَا اْلإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَىَّ الْمَصِيرُ
    Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (Qs. Luqmaan : 14)
    عَنْ أَبِي بَكْرَةَ نفع بن الحارث رَضِي اللَّه عَنْه قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ ثَلَاثًا؟ قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ. وَجَلَسَ وَكَانَ مُتَّكِئًا فَقَالَ: أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ. قَالَ: فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْنَا لَيْتَهُ سَكَتَ. متفق عليه.
    Dari Abu Bakrah bin Nufai’ bin Al-Harits radhiyallahu ‘anhu berkata: “Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Maukah kalian aku tunjukkan tiga dosa yang terbesar?” Para sahabat menjawab: “Tentu ya Rasulullah.” Beliau bersabda: “Mensekutukan Allah, durhaka terhadap kedua orang tua.” Lalu beliau merubah posisinya dari bertelekan ke posisi duduk dan bersabda: “Ketahuilah! Dan persaksian dusta.” Abu bakrah berkata: “Beliau mengulang-ulang kata itu sehingga kami mengharap semoga beliau diam.” Hadits riwayat Al-Bukhary dan Muslim.

    عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله ُعَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: رَغِمَ أَنْفُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُ مَنْ أَدْرَكَ أَبَوَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا فَلَمْ يَدْخُلِ الْجَنَّةَ. رواه مسلم.
    Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “sungguh rugi, sungguh rugi dan sungguh rugi mereka yang menemui kedua orang tua mereka yang sudah renta atau salah seorang dari mereka kemudian hal itu tidak dapat memasukan ia kedalam surga.” Hadits riwayat Muslim.

    Akan tetapi berbakti kepada kedua orang tua juga ada aturannya, jangan sampai sesuatu yang mungkin kita anggap suatu sikap baik terhadap kedua orang tua, tapi malah keliru jika di tinjau dari sisi syariat. Oleh karena itu, apakah boleh antum memaksa orang tua agar ia mau menikah lagi? Jawaban pertanyaan ini sangat berkaitan erat dengan hukum menikah itu sendiri.
    Syeikh Ahmad bin Abdillah As-Sulami dalam kitabnya Ithaaful Milaah Fi Maa Yahtaajuhu ‘Aqidun Nikah mengatakan bahwa dalam pernikahan berlaku hukum taklifi yang lima, yaitu:
    1- Haram: Haram meninggalkannya dengan alasan pendekatan diri kepada Allah (ibadah), karena pernikahan adalah sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
    2- Wajib: Wajib atas orang yang khawatir jatuh dalam perzinaan bila ia tidak menikah. Barangsiapa khawatir jatuh dalam perzinaan maka wajib atasnya mendahulukan nikah daripada pergi haji yang merupakan salah satu rukun Islam.
    3- Istihbaab: Ditekankan dengan sangat atas orang yang mampu dan mampu menjaga diri dari yang haram.
    4- Makruh: Dimakruhkan atas orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan biologis –dengan sebab apa saja seperti kelemahan, ketuaan dan sakit- atau tidak mampu memenuhi kebutuhan materi (yaitu nafkah).
    5- Mubah: Dimubahkan bagi yang selainnya –sebagaimana perkara-perkara mubah lainnya-.
    Syeikh Abu Malik Kamal bin Syayyd Salim dalam kitabnya Shahih Fiqih Sunnah merajihkan bahwa menikah itu hukumnya sunnah muakkad.
    Abdullah bin Mas’ud berkata:
    لَوْ لَمْ يَبْقَ مِنَ الدَّهْرِ إِلَّا لَيْلَةٌ لَأَحْبَبَتُ أَنْ يَكُوْنَ لِي فِيْ تِلْكَ اللَيْلَةِ امْرَأَةٌ
    “Seandainya tidak ada sisa waktu kecuali tinggal satu malam saja, sungguh pada malam tersebut aku tetap suka di dampingi seorang wanita.” (Hadits riwayat Ibnu Abi Syaibah. Mushthafa Al-‘Adawi berkata dalam kitab ahkaamun Nisaa’: “Sanadnya shahih dari Ibnu mas’ud.”)
    Dari Sa’id Jubairi, ia berkata: “Ibnu Abbas berkata kepadaku: “Apakah kamu sudah menikah?” Belum, jawabku. Ia kembali berkata:
    فَتَزَوَّجْ فَإِنَّ خَيْرَ هَذِهِ الأُمَّةِ أَكْثَرُهَا نِسَاءً
    “Menikahlah karena orang terbaik umat ini adalah yang banyak istrinya.” (Hadits riwayat Al-Bukhaari)

    Keutamaan menikah
    1- Menikah separuh agama.
    Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa sallam bersabda:
    إِذَا تَزَوَّجَ العَبْدُ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ نِصْفِ الدِّيْنِ فَلْيَتَّقِ اللهَ فِيْمِا بَقِيَ
    “Apabila seorang hamba menikah berarti ia telah menyempurnakan separuh dari agamanya, oleh karena itu bertaqwalah kalian terhadap yang separuh lagi.” (Ash-Shahihah 625).

    2- Allah pasti menolong seorang yang menikah demi untuk menjaga kesucian diri.
    Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa sallam bersabda tentang tiga golongan yang pasti mendapat pertolongan Allah. Diantaranya:
    ….وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيدُ الْعَفَافَ
    “… seorang menikah karena menjaga kesuciannya.” (Hadits riwayat At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dan dihasankan oleh Syeikh Al-Albaani)

    3- Mendapat jaminan rezeki.
    Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman:
    وَأَنكِحُوا اْلأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَآئِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَآءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِن فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
    Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (An-Nuur: 32)

    4- Sunnah para rasul
    Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
    وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلاً مِن قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً
    Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan. (Ar-Ra’du:38)
    Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa sallam bersabda:
    أَرْبَعٌ مِنْ سُنَنِ الْمُرْسَلِينَ الْحَيَاءُ وَالتَّعَطُّرُ وَالسِّوَاكُ وَالنِّكَاحُ
    “Empat perkara yang termasuk sunnah para rasul: sifat malu, memakai wangian, bersugi dan nikah.” (Hadits riwayat At-Tirmidzi, ia berkata: “Hadits hasan shahih)

    5- Sarana meraih ketentraman hidup
    Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman:
    وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا
    “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya. (QS. Ar-Ruum:21)

    Dari sini jelaslah bahwa hukum menikah itu sendiri tergantung pada kondisi seseorang. Bisa jadi seseorang itu sudah wajib untuk menikah, atau masih dalam tinggkatan sunnah mu’akkad dan ini hukum asal yang kuat, atau mungkin masih pada tingkatan hukum yang lain. Demikian juga halnya dengan orang tua dan tentunya ia lebih tahu tentang dirinya dari pada antum. Jika ternyata hukum menikah bagi orang tua antum masih dalam tinggkatan mustahab, maka antum tidak boleh memaksa orang tua antum untuk menikah, sebab syariat saja tidak mewajibkannya untuk segera menikah. Bahkan kalaupun hukum menikah bagi orang tua antum sudah sampai pada tingkatan wajib maka tetap saja antum tidak boleh memaksanya karena status antum sebagai seorang anak. Kemaksiatan memang harus diingkari, minimlnya dengan hati. Namun begitu, menginkari kemungkaran ada aturannya. Tidak asal-asalan, membabi buta, menghalalkan segala cara, atau hanya bermodalkan semangat kecemburuan islam semata. Mengingakri sebuah kemaksiat butuh ilmu pengetahuan, terutama dalam menentukan apakah suatu perbuatan tersebut maksiat ataukah tidak. Sudah pasti bahwa kelemah lembutan dan kesabaran merupakan bahagian yang cukup berpengaruh dalam di terima tidaknya sebuah nasehat, apa lagi yang sedang dihadapi adalah orang tua sendiri.
    Jadi saya sarankan supaya berhati-hati dalam mensikapi urusan orang tua, apalagi yang berkaitan dengan masalah pernikahannya. Karena boleh dikatakan bahwa ini adalah masalah pribadi dan apabila si anak keliru dalam melangkah, niat yang tadinya suci mungkin mendapat tanggapan yang kurang baik dari orang tua. Cobalah buka komunikasi dengan orang tua antum, sebab apabila pintu komunikasi sudah terbuka, dari sana antm dapat memberikan masuk-masukkan yang penting untuk orang tua antum dan diapun insya Allah akan lebih mudah mendengar dan menerima saran-saran antum.
    عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ الله ُ عَنْها قالت: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ. رواه مسلم.
    Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Bersabda Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam: “Kelembutan itu tidak terdapat pada sesuatu melainkan ia akan menghiasinya dan tidak kelembutan itu dicabut kecuali akan merubah sesuatu itu menjadi buruk.” Hadist riwayat Muslim.

    Mengenai pertanyaan apakah berdosa jika antum membiarkan orang tua antum untuk melakukan aktifitas hariannya sendiri?
    Masalah ini tentunya tergantung dengan orang tua antum. Apabila ia memang merasa sanggup untuk melakukan aktifitas tersebut sendiri dan tidak ingin merepotkan anak-anaknya maka antum tidak dikatakan tidak berbakti. Hanya saja bagi seorang anak haruslah memiliki perasaan yang peka terhadap orang tuanya. Sebagai anak yang berbakti tentu ia akan senantiasa membatu orang tuanya walaupun tanpa diminta atau tanpa disuruh. Sebab terkadang orang tua merasa segan menyuruh anaknya karena ia lihat si anak sudah pada dewasa. Jadi dalam kondisi seperti ini seorang anak hendaknya lebih pro aktif dalam membantu orang tuanya. Terutama untuk jenis orang tua yang tidak suka minta tolong kepada anaknya, ia lebih suka kalau si anak membatu dirinya atas dorongan kesadaran sendiri, tanpa disuruh-suruh. Dan terkadang ia juga merasa tersinggung dan jika melihat anaknya bersikap cuek tidak mau berempati dengan orang tuanya.
    Jadi sikap yang harus antum ambil:
    – Bukalah kembali komunikasi antara antum dan orang tua antm.
    – Pekakan perasaan antum dan berempatilah terhadap orang tua antm dengan semakin berbakti dan semaking giat menolongnya dalam melakukan tugas rumah tangga.
    – Laksanakan semua harapan yang ia inginkan dari diri antm, karena memupuskan harapannya akan membuat dirinya bersedih setelah kesedihan yang menimpa dirinya dengan meninggalnya ibu antum.
    – Senantiasa berdoa kepada Allah agar senantiasa ditunjuki jalan yang lurus.
    وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ.
    Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina”. [QS. Ghaafir:60]
    Allaahu a’lam.

  3. Assalamu’alaikum..Ustadz…
    Ana seorang mahasiswa baru ekstensi disalah satu universitas di medan ini. Jam perkuliahan ana dimulai pada sore hari, setiap harinya masuk 2 les mata kuliah. Jam pertama ana masuk pukul 17.00 wib-18.30 wib, dan jam kedua ana masuk pukul 19.00 wib-20.30 wib. Sebelum ana masuk sebagai mahasiswa baru, ana insya Allah selalu berusaha istiqomah untuk sholat berjama’ah di masjid atau di musholla. Namun sekarang kendalanya adalah karena jam kedua ana masuk pukul 19.00 – 20.30 wib, hal ini membuat ana tidak bisa melaksanakan sholat Isya’ berjama’ah. Ana takut dosen yang masuk marah dan memberikan nilai yang buruk untuk IP ana nantinya. Ana ingat sebuah hadits Rasulullah yang membuat ana terus berusaha istiqomah sholat berjama’ah. Yakni yang isinya “Barang siapa yang mendengar suara adzan dan ia tidak mendatangi suara tersebut, maka tidak ada sholat baginya.
    Yang ingin ana tanyakan kepada ustadz :
    1. Apa sikap yang harus ana ambil agar ana tetap dapat melaksanakan sholat isya’ berjama’ah ?
    2. Apakah kuliah (belajar ilmu dunia) merupakan suatu udzur untuk tidak melaksanakan sholat berjama’ah ? Apa dalil yang mejelaskannya ?
    3. Mohon nasihat dari Ustadz agar ana tetap berusaha untuk mengistiqomahkan diri untuk menta’ati perintah Allah dan Rasulullah…
    Atas jawaban dari ustadz ana ucapkan jazakallahu khoiran…

  4. Jawaban dari Ustadz Ali Nur :
    Karena pertanyaan antum berkaitan erat dengan masalah shalat berjama’ah, ada baiknya kita jelaskan dahulu tentang hukum shalat berjam’ah.
    Sebenarnya para ulama berselisih pendapat dalam menentukan hukum shalat berjama’ah:
    1-Fardhu kifayah.
    Ini adalah pendapat Imam Asy-Syaafi’i .
    2-Sunnat Muakkad.
    Ini adalah pendapat imam Asy-Syaukani
    3-Syarat sah shalat.
    Syeikh Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnul Qayyim, madzhab Zhahiri dan lain-lain
    4-Fardhu ‘ain.

    Jika kita lihat dalil-dalil dari seluruh madzhab, maka pendapat yang dapat mendekatkan, mengkompromikan serta mengamalkan semua dalil adalah pendapat yang mengatakan fardhu ‘ain disebabkan kuatnya dalil, pengambilan hukumnya yang jelas dari Al-Qurán dan Sunnah Nabawi.
    Pendapat ini diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud dan Abu Musa Al-Asy’ari, dari kalangan ulama Syafi’iyyah seperti Atha’ bin Abi Rabbah, Al-Auzaa’i, Abu Tsaur, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban. Ini juga pendapat mayoritas ulama Hanafiyah dan Hambaliyah.
    Atha’ berkata: “Shalat fardhu berjama’ah adalah kewajiban yang mesti ditegakkan. Bila ia mendengar seruan adzan wajib atasnya menghadirinya!”
    Itulah pendapat yang ditegaskan oleh imam Ahmad dan ulama salaf ahli hadits lainnya.
    ‘Aisyah Radhiyallahu ánha berkata: “Barangsiapa mendengar seruan adzan namun tidak menyambutnya, berarti ia tidak menghendaki kebaikan dan enggan menerimanya!”
    Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Muqni’ berkata: “Shalat fardhu lima waktu wajib dikerjakan berjama’ah bagi kaum pria, namun bukan merupakan syarat sah shalat.”
    Berdasarkan keterangan di atas, bila seorang muslim meninggalkannya tanpa udzur, ia terkena dosa namun shalatnya (tanpa berjama’ah) dianggap sah. Dalilnya sebagai berikut:
    1-Firman Allah:
    وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِنْ وَرَائِكُمْ وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَى لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُمْ مَيْلَةً وَاحِدَةً
    Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan seraka’at), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bershalat,lalu bershalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus…(QS. 4:102)
    Ayat ini merupakan dalil yang amat jelas menunjukkan wajibnya shalat berjama’ah dan tidak boleh ditinggalkan kecuali bila ada udzur, misalnya dalam kondisi tidak aman dan sakit.
    2-Firman Allah:
    وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
    Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’. (QS. 2:43)
    Ayat di atas berisi perintah, dan hukum asal sebuah perintah adalah wajib.
    3-Firman Allah:
    Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan membayarkan zakat.Mereka takut pada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (QS. 24:36-37)
    4-Firman Allah:
    “Luruskan muka (diri)mu di setiap shalat “. (QS. 7:29)
    5-Firman Allah:
    Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud; maka mereka tidak kuasa, (dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera. (QS. 68:42-43)
    Berkaitan dengan ayat di atas Al-Allamah Ibnul Qayyim berkata:
    “Bentuk pengambilan dalil dari ayat di atas sebagai berikut: Allah membalas perbuatan mereka pada Hari Kiamat dengan membuat mereka tidak mampu bersujud, karena sewaktu diseru untuk sujud di dunia mereka enggan menyambutnya! Menyambut seruan itu maksudnya adalah mendatangi masjid untuk menghadiri shalat jama’ah, bukan mengerjakannya sendirian di rumah! Begitulah Rasulullah Shallallahu álaihi wa Sallam menafsirkannya, yakni menyambut seruan. Sejumlah ulama salaf menjelaskan makna firman Allah:
    Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera. (QS. 68:43)
    Seruan yang dimaksud dalam ayat ini adalah ucapan muadzdzin: “Hayya ‘Alash Shalaah Hayya ‘Alal Falaah” Kata hayya artinya ‘marilah dan sambutlah’. Menyambut seruan adzan ini artinya perintah menghadiri shalat jama’ah, dan orang-orang yang tertinggal mengerjakannya berjama’ah belum terhitung menyambut seruan!”
    Dalil-dalil dari sunnah nabi Shallallahu álaihi wa Sallam sebagai berikut:
    1-Hadits Abu Hurairah riwayat Al-Bukhari, Rasulullah Shallallahu álaihi wa Sallam bersabda:
    وَالَّذِيْ نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ هَمَمْتُ أََنْ آمُرَ بِحَطَبٍ فَيُحْطَبُ ثُمَّ آمُرَ بِالصَّلاَةِ فَيُؤَذِّنَ لَهَا ثُمَّ آمُرَ رَجُلاً فَيَؤُمَّ النَّاسَ ثُمَّ أُخَالِفُ إِلَى رِجَالٍ فَأُحْرِقَ عَلَيْهِمْ بُيُوْتَهُمْ
    “Demi Dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, betapa ingin aku memerintahkan supaya menyediakan kayu bakar, kemudian aku memerintahkan muadzin mengumandangkan azan lalu iqamat, kemudian kuperintahkan seseorang untuk mengimami shalat, lalu aku berangkat bersama beberapa orang yang membawa kayu bakar menuju kaum yang tidak menghadiri shalat jamaah, untuk membakar rumah-rumah mereka…..”
    Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari berkata:
    “Hadits di atas secara jelas menunjukkan bahwa menghadiri shalat lima waktu berjama’ah hukumnya fardhu ‘ain. Sekiranya hanya sunnah (tidak wajib) tentunya Rasulullah Shallallahu álaihi wa Sallam tidak memberi ultimatum yang sangat keras atas orang-orang yang tertinggal, yaitu membakar rumah-rumah mereka. Ultimatum seperti ini tidak mungkin ditujukan kepada orang yang meninggalkan fardhu kifayah, misalnya pensyariatan berperang melawan orang-orang yang meninggalkan fardhu kifayah. Namun masih perlu ditinjau kembali, karena sesuatu perbuatan yang mengakibatkan pelakunya dihukum bunuh tentu lebih khusus daripada perbuatan yang para pelakunya boleh diperangi. Sebab hukum boleh diperangi hanya bisa dijatuhkan bila seluruh anggota masyarakat tidak mengerjakan shalat jama’ah!”
    Ibnu Daqiq Al-Ied rahimahullah berkata: “Bagi ulama yang berpendapat hukumnya fardhu ‘ain berdalil dengan hadits ini. sebab bila sekiranya hukumnya hanya fardhu kifayah berarti kewajiban ini sudah cukup dilaksanakan oleh Rasulullah dan beberapa sahabat yang menyertai beliau. Jika dikatakan hukumnya sunnat, maka orang yang meninggalkan perkara sunnat tidaklah dihukum bunuh. Maka jelaslah bahwa hukumnya fardhu ‘ain.”
    -Hadits Abu Hurairah riwayat Muslim, bunyinya:
    “Seorang pria buta datang menemui Rasulullah Shallallahu álaihi wa Sallam, ia berkata: “Wahai Rasulullah, tidak ada orang yang menuntun saya ke masjid!” Ia minta dispensasi agar boleh mengerjakan shalat di rumah. Rasulullah mengizinkannya. Ketika hendak pulang Rasulullah memanggilnya: “Apakah engkau mendengar adzan?”
    “Ya!” jawabnya.
    “Kalau begitu, datangilah seruannya!” perintah Rasulullah.
    Rasulullah Shallallahu álaihi wa Sallam tidak memberi dispensasi kepada orang buta untuk meninggalkan shalat berjama’ah di masjid meskipun ia telah mengemukakan alasannya, ia seorang pria buta dan tidak ada orang yang menuntunnya ke masjid. Ditambah lagi rumahnya agak jauh, antara rumahnya dan masjid terdapat lembah dan di Madinah tatkala itu masih banyak berkeliaran binatang-binatang buas. Meskipun ia telah mengajukan alasan tersebut Rasulullah tetap tidak memberinya dispensasi! Bahkan beliau berkata kepadanya: “Apakah engkau mendengar adzan?” Ia menjawab: “Ya!” Rasulpun berkata: “Kalau begitu, datangilah seruannya!”
    Dalam riwayat lain berbunyi: “Saya tidak mendapatkan keringanan bagimu!”
    Hadits di atas merupakan dalil yang sangat jelas menunjukkan wajibnya shalat jama’ah.
    Jika orang buta saja tidak diberi keringanan meninggalkannya, apalagi orang yang normal pengelihatannya dan tidak ada udzur.
    Ibnu Qudamah berkata: “Jika orang buta yang tidak ada penuntunnya saja tidak diberi dispensasi, apalagi orang yang normal!”
    Ibnul Mundzir berkata: “Penjelasan tentang wajibnya orang buta menghadiri jama’ah meskipun rumah mereka jauh dari masjid. Itu menunjukkan bahwa shalat jama’ah hukumnya wajib bukan sunnat. Seandainya saja Rasulullah telah berkata kepada Ibnu Ummi Maktum: “Saya tidak mendapatkan dispensasi untukmu!” maka orang yang normal pandangannya tentu lebih layak tidak mendapat dispensasi.”
    Al-Khaththabi berkata dalam kitab Ma’aalimus Sunan:
    “Hadits itu menunjukkan wajib hukumnya menghadiri shalat jama’ah. Sekiranya hukumnya hanya sekedar sunnat, tentunya orang-orang yang tidak bisa menghadirinya, misalnya orang yang ada udzur dan orang lemah seperti keadaan Ibnu Ummi Maktum, lebih baik diberi dispensasi.” (namun dispensasi tidak diberikan-pent).
    3-Ma’daan bin Abi Thalhah Al-Ya’mari menceritakan bahwa Abu Darda’ Radhiyallahu ánhu pernah berkata kepadanya: “Dimana tempat tinggalmu?”
    “Di sebuah kampung di sebelum kota Hims” jawabku.
    Lalu Abu Darda’ berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu álaihi wa Sallam bersabda:
    “Apabila ada tiga orang dalam satu kampung atau desa lalu mereka tidak menegakkan shalat berjama’ah pastilah setan menguasai mereka. Hendaklah kalian menjaga shalat jama’ah, karena serigala itu memangsa kambing yang sendirian.”
    Ibnul Qayyim berkata dalam kitab Ash-Shalat:
    “Bentuk pengambilan dalil dari hadits di atas sebagai berikut: Orang yang meninggalkan shalat jama’ah dikuasai oleh setan karena meninggalkan jama’ah yang salah satu syiarnya adalah adzan dan iqamat shalat. Sekiranya shalat jama’ah hukumnya sunnat, boleh dihadiri dan boleh tidak, tentunya setan tidak akan menguasai orang yang meninggalkan shalat jama’ah dan syiar-syiarnya.
    Nash-nash Al-Qurán dan As-Sunnah di atas menunjukkan wajibnya shalat jama’ah, tidak boleh ditinggalkan kecuali bila ada udzur, misalnya sakit atau kondisi tidak aman. Itulah pendapat para ulama dari kalangan sahabat dan tabi’in. Juga merupakan madzhab Imam Ahmad dan Asy-Syafi’i. Imam Asy-Syafi’i berkata:
    “Mengenai shalat jama’ah, saya tidak memberi dispensasi untuk meninggalkannya kecuali bila ada udzur.”
    Al-Muzani menukil perkataan itu dari beliau.
    Dari uraian di atas jelaslah bahwa para keempat imam madzhab sepakat menetapkan hukum wajib bagi shalat jama’ah, bahwa siapa saja yang meninggalkannya tanpa udzur maka ia mendapat dosa. Meskipun ibarat yang digunakan oleh para imam tersebut berbeda namun maksudnya sama. Berdasarkan firman Allah dan sabda Rasul-Nya. Dan tidak akan berlaku perkataan siapapun bila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan hukumnya.”
    Dari uraian tersebut jelaslah bahwa pendapat yang lebih dekat kepada kebenaran adalah pendapat keempat, yaitu shalat jama’ah hukumnya fardhu ‘ain. Allaahu a’lam.

    Kemudian apa hukumnya menuntut ilmu dunia? Apakah termasuk menuntut ilmu yang diwajibkan oleh syariat?
    Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman:
    قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لاَيَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُوا اْلأَلْبَابِ
    Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (Qs. Az-Zumar : 9)
    Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman:
    يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرُُ
    Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Qs. Al-Mujaadilah : 11)

    Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman:
    وَقُل رَّبِّ زِدْنِي عِلْمًا
    dan katakanlah: “Ya Rabbi, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.” (Qs. Thaha : 114)

    Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman:
    إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاؤُا
    Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. (Qs. Faathir : 28)

    عَنْ مُعَاوِيَةَ رَضِيَ الله ُعَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
    Diriwayatkan dari Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila Allah menghendaki kebaikan pada diri seseorang maka Dia akan memberinya pemahaman dalam agama.”
    Hadits riwayat Al-Bukhaari dan Muslim.

    عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله ُعَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ فَكَتَمَهُ أُلْجِمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ. رَوَاهُ أبُو دَاوُدَ وَ التِرْمِذِي وَقَالَ حَدِيثٌ حَسَنٌ.
    Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa ditanya tentang suatu namun ia sembunyikan maka pada hari kiamat kelak ia akan dibelenggu dengan belenggu api naar.”
    Hadits riwayat Abu Dawud, At-Tirmidzy dan ia berkata: “Hadits hasan.”
    Hadits ini dishahihkan oleh Al-Albaany dalam kitab Shahih Sunan At-Tirmidzy no: 2649.

    عَنْ أَبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله ُعَنْهُ قال: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلَّا ذِكْرُ اللَّهِ وَمَا وَالَاهُ وَعَالِمًا أَوْ مُتَعَلِّمًا. رَوَاهُ التِرْمِذِي وقَالَ:حَدِيثٌ حَسَنٌ.
    Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Dunia itu terlaknat dan terlaknat apa yang ada di dalamnya kecuali dzikrullah, ketaatan kepada Allah dan seorang alim atau penuntut ilmu.”
    Hadits riwayat At-Tirmidzy dan ia berkata: “Hadits hasan.”
    Hadits ini dishahihkan oleh Al-Albaany dalam kitab Shahih Sunan At-Tirmidzy no: 2322.
    وَمَا وَالَاهُ artinya ketaatan kepada Allah.

    عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ رَضِيَ الله ُعَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَبْتَغِي فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ رِضًا بِمَا يَصْنَعُ وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ حَتَّى الْحِيتَانُ فِي الْمَاءِ وَفَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا وَ إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ. رَوَاهُ التِرْمِذِي وَ أبُو دَاوُدَ.
    Diriwayatkan dari Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu ia berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa menempuh jalan dalam rangka menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju jannah dan sesungguhnya para malaikat menaungi para penuntut ilmu dengan sayap-sayapnya karena ridha terhadap apa yang mereka lakukan. Sesungguhnya semua yang ada di langit dan di bumi hingga ikan yang ada dalam air memintakan ampunan kepada Allah untuk seorang alim. Keutamaan orang alim dibandingkan dengan ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan diantara bintang-bintang. Sesungguhnya ulama itu adalah pewaris Nabi dan para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, tetapi mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa mengambil ilmu tersebut berarti ia telah mengambil bagian yang sempurna.”
    Hadits riwayat At-Tirmidzy dan Abu Dawud.
    Hadits ini dishahihkan oleh Al-Albaany dalam kitab Shahih Sunan At-Tirmidzy no:2682.

    عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله ُعَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لَا يَتَعَلَّمُهُ إِلَّا لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. يَعْنِي رِيْحَهَا رَوَاهُ أبُو دَاوُدَ بِإِسْنَادٍ صَحِيْحٍ.
    Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa mempelajari ilmu yang seharusnya ia tuntut hanya mengharap pahala Allah, namun ia menuntutnya untuk mendapatkan materi dunia maka ia tidak akan mencium aroma jannah di hari kiamat kelak.” Yakni aromanya.
    Hadits riwayat Abu Dawud dengan sanad yang shahih.
    Hadits dishahihkan oleh Al-Albaany dalam kitab Shahih Sunan Abu Dawud no:3664.

    Dari hadits-hadits diatas jelaslah bahwa yang wajib dituntut adalah ilmu syariat guna mengetahui bagaimana cara beraqidah dan beribadah kepada Allah serta untuk mengetahui perkara apa saja yang dilarang dan diperintahkan Allah. Adapun hukum menuntut ilmu dunia tergantung kemaslahatan agama seseorang. Karena tujuan ilmu dunia hanya sebagai fasilitator menjalankan perintah-Nya. Dan ilmu dunia memiliki dua mata, apabila digunakan untuk tujuan yang baik maka orang tersebut akan berpahala dan apabila digunakan untuk tujuan yang buruk maka pelakunya akan berdosa. Tentunya untuk menentukan yang baik dan yang buruk hanya dapat distadarkan ilmu syariat. Agar ketika seseorang mengklaim suatu perkara itu baik jika baik menurut kaca mata syariat dan ketika mengklaim suatu perkata itu buruk, juga dinilai melalui barometer syariat.
    Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitab Fadhaail, bahwa ketika Rasulullah sampai ke kota Madinah beliau melihat penduduk Madinah memporeh buah kurma dengan cara melakukan kawin silang. Lantas beliau melarang melakukan hal itu. Akibatnya hasil perkebunan kurma menjadi anjlok dan para sahabatpun melaporkan hal ini kepada beliau. Kemudian Rasulullah saw bersabda:
    أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأُمُوْرِ دُنْيَاكُمْ.
    “Kalian lebih mengetanui tentang urusan dunia kalian.”
    Kalau kita katakan bahwa keutamaan dan ketinggian derajat karena menuntut ilmu dunia, lantas apakah kita katakan juga bahwa para sahabat lebih utama dan lebih tinggi derajatnya ketimbang Rasulullah saw, karena beliau tidak mengetahui tentang ilmu perkebunan? Tentu tidak seorangpun yang akan mengatakan demikian.
    Jadi jelaslah bahwa yang dimaksud dalam firman Allah dan hadits Rasulullah saw adalah ilmu syariat, bukan ilmu dunia. Adapun keutamaan ilmu dunia tergantung dengan kemaslahan, karena posisinya sebagai fasilitator.

    Setelah antum memahami dua poin diatas, yakni hukum shalat berjama’ah dan ilmu yang dimaksud dalam Al-Qur’an dan sunnah maka antum sudah dapat menentukan sikap apa yang antum harus ambil.
    Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman:
    فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ.
    “Istiqamahlah sebagaimana yang telah diperintahkan kepadamu.”
    عَنْ أَبِي عَمْرو، وَقِيْلَ : أَبِي عَمْرَةَ سُفْيَانُ بْنِ عَبْدِ اللهِ الثَّقَفِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ قُلْ لِي فِي اْلإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَداً غَيْرَكَ . قَالَ : قُلْ آمَنْتُ بِاللهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ [رواه مسلم]
    Dari Abu Amr, -ada juga yang mengatakan- : Abu ‘Amrah, Sufyan bin Abdillah Ats Tsaqofi radhiallahuanhu dia berkata, saya berkata : Wahai Rasulullah, katakan kepada saya tentang Islam sebuah perkataan yang tidak saya tanyakan kepada seorangpun selainmu. Beliau bersabda: Katakanlah: saya beriman kepada Allah, kemudian berpegang teguhlah . (Riwayat Muslim).
    Namun begitupun antum harus tetap menghormati dosen antun karena posisinya sebagai guru dan tentunya juga lebih tua dari antum. Coba bicarakan dan minta izin darinya dengan cara yang baik dan sopan. Tunjukkan kepadanya bahwa hal itu antum lakukan bukan karena benci kepadanya dan pelajarannya. Jangan sampai terjadi salah faham antara antum dan dia, insya Allah Ta’ala ia akan memakluminya.
    Sebagai penutup ingatlah firman Allah Subhaanahu wa Ta’ala:
    وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا () وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
    Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar.
    Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.
    Dan ingat! Istqamah tidak identik dengan kekerasan dan kebrutalan. Ketegasan dalam islam harus dibarengi dengan kelembutan dan akhlak y mulia.
    Semoga Allah senantiasa membimbing antum dan kita semua di dajalan yang benar. Allaahu a’lam bish-shawaab.

  5. Assalamu’alaikum Ustadz…..
    Saya ingin bertanya beberapa pertanyaan :

    1. Apa dalil dari Al Qur’an dan Hadits dan penjelasannya yang lain tentang hukum asal ibadah adalah terlarang (haram) sampai ada yang membolehkannya….?

    2. Apa maksud dari tidak boleh sholat di masjid yang ada kuburannya….Bukankah yang dimaksud tidak boleh sholat di masjid itu yang memang benar-benar ada kuburannya di dalam mesjid tersebut…? Jadi kalo di luar mesjid boleh tidak…?

    3. Apa hukumnya kalo kita tidak ikut jadi orang “SALAFI”….?Apakah kita mutlak masuk neraka….?Jadi apa gunanya kita hidup kalo dipersempit seperti itu….!?

    Atas jawabannya saya ucapkan terima kasih

    Wa’alaikumussalam….
    Kepada Akhi Sulaiman Kami Dari Pengelola Blog mohon maaf yang sebesar-besarnya karena Forum tanya jawab untuk saat ini (mungkin dalam waktu yang lama) tidak dapat kami laksanakan. Ini dikarenakan karena kesibukan para asatidz di Medan yang sangat menyita waktu sehingga tidak sempat untuk menjawab pertanyaan antum ini.

    Kami mohon maaf atas ketidak nyamanan hal ini….

    Wassalaamu’alaikum….

  6. asslamu’laikum ustd.

    ana ingin bertanya
    1. apakah hadist riwayat buchari dan muslim yang disampaikan secara mu’allaq bisa di jadikan hujjah? kalau bisa tolong alasannya

    2. al ustadz abdul hakim bin amir abdat mengatakan dalam ceramah ” agama islam” itu mudah mengatakan bahwa dilarang atau tercelanya menggunakan nama yang berkaitan dengan Ad-din seperti syamsudi, saifuddin qomaruddin dll. karena nama2 itu terlalu meninggikan diri..dan tidak boleh meninggikan diri tanpa ada wahyu dari allah seperti khalid bin abdul walid yang di beri gelas saifullah oleh rasulullah.adapun sekarang ini tidak di benarkan ..
    pertanyaannya bagaimana halnya denga al alamah al muhaddist syeikh muhammad Nashiruddin al albani rahimahullah? bukankah beliau menggunakan nama nashiruddin??tolong jawabannya ustd. smoga allah merahmati mu

    Wa’alaikumussalam….
    Kepada Akhi Ibnu Masturi Kami Dari Pengelola Blog mohon maaf yang sebesar-besarnya karena Forum tanya jawab untuk saat ini (mungkin dalam waktu yang lama) tidak dapat kami laksanakan. Ini dikarenakan karena kesibukan para asatidz di Medan yang sangat menyita waktu sehingga tidak sempat untuk menjawab pertanyaan antum ini.

    Kami mohon maaf atas ketidak nyamanan hal ini….

    Wassalaamu’alaikum….

  7. Assalamu’alaikum, ustadz ana mo tanya sbb: Apakah anak yg durhaka kpd ortunya boleh dikurangi jatah warisannya? Adakah dalilnya? Jazakallah Khair…

    Wa’alaikumussalam….
    Kepada Akhi Hendra Kami Dari Pengelola Blog mohon maaf yang sebesar-besarnya karena Forum tanya jawab untuk saat ini (mungkin dalam waktu yang lama) tidak dapat kami laksanakan. Ini dikarenakan karena kesibukan para asatidz di Medan yang sangat menyita waktu sehingga tidak sempat untuk menjawab pertanyaan antum ini.

    Kami mohon maaf atas ketidak nyamanan hal ini….

    Wassalaamu’alaikum….

  8. asalamu’alaikum

    ust.. ana mau tanya 2 hal, pertama apakah boleh mengucapkan selamat atau mendo’akan keberkahan kepada teman ketika dia berulang tahun walaupun tidak dirayakan.?
    kedua, ana pernah dapat artikel di milis assunnah tentang adanya 2 fajar, dan kita harusnya sholat subuh saat datang fajar yang terakhir. tapi kebanyakan masjid di indonesia solat berjama’ah lebih awal dari fajar yg terakhir sekitar 20-30 menit.
    apa tanggapan ust tetang hal ini, apakah kita sholat tetap bersama imam atau menunggu datang fajar dan sholat sendiri.

    terimakasih atas jawaban ustadz,

    Wa’alaikumussalam….
    Kepada Akhi Yatno Kami Dari Pengelola Blog mohon maaf yang sebesar-besarnya karena Forum tanya jawab untuk saat ini (mungkin dalam waktu yang lama) tidak dapat kami laksanakan. Ini dikarenakan karena kesibukan para asatidz di Medan yang sangat menyita waktu sehingga tidak sempat untuk menjawab pertanyaan antum ini.

    Kami mohon maaf atas ketidak nyamanan hal ini….

    Wassalaamu’alaikum….

  9. ana ingin curhat masalah pribadi..ana tidak ingin orang lain mengetahui masalah ana..adakah yang lebih aman dari ii???mohon bantuannya.jzakillahukhair..

    afwan buat ukhti hafidzah…
    Untuk saat ini ustadz tidak bisa menjawab permasalahnnya karena jadwal yang padat sehingga tidak ada waktu untuk hal ini.
    Harap maklum…

  10. ana akhwat yang baru bergabung 10 bln yang lalu…ana pernah melakukan zina dan ana telah berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.masalahnya laki2 yang merenggut kehormatan ana menolak menikahi ana,dengan alasan ingin membahagiakan ke2 orang tuanya dulu.kami g pernah bertemu lagi sejak saya memutuskan untuk aktif di pengajian dan tidak ingin pacaran lagi…ana bingung harus bagaimana..ana ingin menikah namun adakah ikhwan yang mau menerima kondisi ana sa’at ini…sedang ana inginn sekali mendapatkan suami yang baik ahlaknya serta baik agamanya..ana g ingin mendapat suami yang buta agama..ana sagat mengerti kesibukan ust..namun ana mohon…saran ustd…jazakillahu khair atas bantuannya…ana tuggu balasan nya…

  11. syukra..jazakillahu khair katsir……….

  12. Assalaamu’laikum wrhmtllh wbrkth..
    afwan ustadz, ana ingn bertanya,
    ana seorang mahsiswa, yg waktu penerimaan mahasiswa ketika itu, ana lulus melewati jalur “belakang”, dengan memanfaatkan jasa orang2 yg katanya memiliki kemampuan utk membantu meluluskan, dengan bayaran sekian2 yang telah disepakati kedua belah pihak,
    1. bagaimanakah hukumnya ini menurut syariat islam ustadz?
    2. apa hal ini termasuk suap?
    3. kalau termasuk suap, bagaimana cara membersihkan dan membebaskannya dari suap tersebut ustadz?
    4. hal apa saja yg terkait didalamnya?
    5. apa yg harus ana lakukan ustadz?

    jazakallahu ta’ala atas jawabannya ustadz,
    semoga Allah memudahkan utk istiqamah…
    Assalaamu’laikum wrhmtllh wbrkth.


    Wa’alaikumussalam Warahmatullahi wabarakatuh….
    Sebelumnya ana beritahukan kepada antum tolong jangan panggil ana dengan sebutan ”ustadz”. Karena ana hanyalah seorang tholibul ‘ilmi yang jauh dari kriteria seorang ustadz. Ana hanya seorang yang masih banyak kesalahan. Jadi panggil saja ana dengan sebutan ”akhi”.

    Mengenai masalah antum ini, ana tidak bisa memaparkan karena keterbatasan ilmu. Tapi antum bisa melihat artikel yang ana sarankan untuk antum baca di bawah ini. Semoga bermanfaat…Barakallahu fiik…

    http://maramissetiawan.wordpress.com/2009/04/15/siapa-bilang-suap-haram/

  13. Assalamu’alaikum Ustadz…..

    Sy mau menanyakan lebih utama manakah berbakti dan membela orang tua saya atau kepada suami saya yang mana suami saya tidak suka pd kedua orang tua sy dan selalu menghina dengan kata2 yang membuat sy sakit hati dan sy merasa durhaka pd ortu sy. Untuk membela ortu sy dengan perkataan saja selalu malah menjadi pertengkaran hebat padahal hinaan tsb tdk seharusnya diucapkan seorang anak manapun thd ortunya. Apa yang hrs sy lakukan??? Saya begitu bingung diantara dilema ini…

    terimakasih
    Wassalam

    • Kepada Akhi Yatno Kami Dari Pengelola Blog mohon maaf yang sebesar-besarnya karena Forum tanya jawab untuk saat ini (mungkin dalam waktu yang lama) tidak dapat kami laksanakan. Ini dikarenakan karena kesibukan para asatidz di Medan yang sangat menyita waktu sehingga tidak sempat untuk menjawab pertanyaan antum ini.

      Kami mohon maaf atas ketidak nyamanan hal ini….

      Wassalaamu’alaikum….

    • Kepada Ukhti Dewi Kami Dari Pengelola Blog mohon maaf yang sebesar-besarnya karena Forum tanya jawab untuk saat ini (mungkin dalam waktu yang lama) tidak dapat kami laksanakan. Ini dikarenakan karena kesibukan para asatidz di Medan yang sangat menyita waktu sehingga tidak sempat untuk menjawab pertanyaan antum ini.

      Kami mohon maaf atas ketidak nyamanan hal ini….

      Wassalaamu’alaikum….

  14. Ass. Wr. Wb.

    Alhamdulillah dengan rasa gembiranya hati saya setelah mengetahui adanya sistem pengajian on-line.
    saya yang banyak mesti belajar ilmu agama ini, ingin menanyakan mana yang terbaik untuk memberikan sedeqah pada imam masjid yang kehidupannya sederhana atau infaq ke mesjid tempat ia menjadi imam tersebut?

    • Kepada akhi Amri Kami Dari Pengelola Blog mohon maaf yang sebesar-besarnya karena Forum tanya jawab untuk saat ini (mungkin dalam waktu yang lama) tidak dapat kami laksanakan. Ini dikarenakan karena kesibukan para asatidz di Medan yang sangat menyita waktu sehingga tidak sempat untuk menjawab pertanyaan antum ini.

      Kami mohon maaf atas ketidak nyamanan hal ini….

      Wassalaamu’alaikum…

      • wa’alaikum salam wr. wb.

        alhamdulillah, aktifitas para pengelola blog masih aktif dengan tujuan mensyiarkan agama islam, saya mendukung itu, agar memang masyarakat islam dapat memahami ilmu agama itu secara menyeluruh. saya pribadi memaklumi kegiatan para pengelola saat ini. tlg kabari saya secepatnya kalau para pengelola sudah ada waktu untuk saya. terima kasih sebelumnya. as. wr. wb….

      • Jazakallahu Khoiran atas pengertiannya akhi….

  15. assalamualaykum ustadz,mohon maaf ingin bertanya:
    1.Apakah orang yang tiba” muncul dalam hatinya bisikan mentalak istrinya akan jatuh talak?padahal dirinya tidak menginginkannya?
    2.Apakah perkataan gara-gara nikah aku menjadi seperti ini termasuk kata” talak?
    3.Apakah kata-kata kalo kamu tahu rasanya nikah,nyesel kamu……. sambil bercanda bilang kok g dari dulu aja nikahnya,apakah termasuk talak?
    4.apakah perkataan selamat tinggal kekasihku termasuk perkataan talak?
    mohon penjelasannya segera ustadz ,afwan

  16. Bismillah. .sy punya teman yg schzophrenia, beliau sering mendengar ada suara2 bahkan mengaku sering melihat sosok makhluk halus. terkadang beliau sering berbicara sendiri, tp menurut pengakuanny beliau sedang berdebat dgn yg ia lihat. Sy berusaha menanggapi dengan serius, karena jujur sy merasa khawatir, sedih, dan kasihan pd teman sy yg sudah mengidap penyakit trs lebih dari 3 tahun. Sebaiknya sikap sy bagaimana? jazakumullah khairan katsiran.

    • Kami Dari Pengelola Blog mohon maaf yang sebesar-besarnya karena Forum tanya jawab untuk saat ini resmi DI TUTUP. Ini dikarenakan karena kesibukan para asatidz di Medan yang sangat menyita waktu sehingga tidak sempat untuk menjawab pertanyaan di website Kami ini.

      Kami mohon maaf atas ketidak nyamanan hal ini….

      Wassalaamu’alaikum…

Tinggalkan Balasan ke dewi Batalkan balasan